Posts Subscribe to InFoGauLComments

Online bookmark Bookmark

CP : 081515325009 E-mail : pkpmiiunisla@gmail.com Dengan kepala tegak menghadap sang saka merah putih Kami tujukan hati kami, lurus, kepada Pancasila Tatapan mata kami tak ingin berpaling dari gagahnya sang Garuda Tegas menolak apa pun yang berani menginjak Bhinneka Tunggal Ika Salam Pergerakan.....

Pendidikan dan Media Massa

Seperti sudah disinggung diatas, peran pendidikan dan juga media massa menjadi fundamental dalam mengkaji lahirnya nasionalisme di Indonesia. Namun suatu kontradiksi lahir dari kedua hal tersebut. Bagaimana bisa pendidikan yang dibangun oleh pemerintah kolonial malah melahirkan bibit-bibit yang menentang kolonial sendiri? Bukankah tujuan pendidikan yang diadakan oleh pemerintah kolonial bertujuan membantu kinerja pemerintah kolonial dalam mengerjakan urusan rumah tangga Hindia Belanda? Bukankah seperti apa yang dikatakan Pram, yang kolonial dia selalu iblis![5] Begitu pula media massa, media massa lahir dari terbukanya kesempatan bagi pemilik kapital untuk merenggut salah satu sektor yang dianggap menguntungkan. Media massa bagi masyarakat Eropa abad ke 19 dan awal abad 20 menjadi satu-satunya sarana penyedia informasi tentang situasi dunia maupun situasi nasional. Bagaimana peran media massa yang seharusnya dapat menutup arus globalisasi yang tidak menguntungkan bagi pemerintah kolonial, dan seharusnya mengarahkan pemikiran massa menuju kepentingan kolonial gagal?
           
Pendidikan yang disediakan pemerintah kolonial memang bertujuan untuk membantu pemerintah kolonial sendiri. Namun seperti yang dikatakan dalam buku Sartono Kartodirjo,[6] memberikan pendidikan di Tanah Jajahan akan menjadi boomerang bagi kolonialisme! Selain itu pendidikan yang disediakan pemerintah kolonial memberi dampak positif dan negatif. akibat negatif dari pendidikan kolonial telah menciptakan kelas-kelas sosial baru di dalam masyarakat Hindia Belanda. Pendidikan yang bersifat diskriminatif yang dilangsungkan oleh pemerintah kolonial di satu sisi memantapkan status sosial dari beberapa kelas (semisal bangsawan pribumi ataupun anak-anak Eropa baik totok atau indo, juga bangsa Asing lain khususnya Timur Jauh). Akibat dari pendidikan munculah dua kalangan priyayi yaitu priyayi birokrat dan priyayi profesional. Walaupun pada akhirnya, kelas-kelas sosial akibat pendidikan diskriminatif kolonial dapat terdamaikan dalam satu golongan, yaitu elite modern atau elite intelektual.[7] Dampak positifnya adalah bahwa sebagian orang Indonesia telah dapat membaca dan menulis yang dengan modal ini maka orang Indonesia dapat belajar tentang keadaan dan perkembangan dunia.[8]
Modal inilah yang menjadikan sebagian masyarakat Hindia Belanda sadar akan kondisi ketertindasan yang dialami sebagai negeri jajahan. Modal yang sangat sedikit namun penting, mampu dijadikan landasan untuk melawan pemerintah kolonial. Modal membaca arus informasi yang disediakan media massa dan juga singgungan dengan kaum liberal maupun bangsa asing yang berada di Hindia, memberi dampak besar terhadap tumbuhnya kesadaran sebagian masyarakat Hindia untuk memulai perjuangan melawan kolonialisme. Terumuskanlah perjuangan yang lebih modern. Jika sebelumnya perlawanan fisik seperti pemberontakan dan gerakan Ratu Adil yang disebut Sartono sebagai gerakan proto-nasionalisme sering mengalami kegagalan, bentuk perlawanan baru yang modern kini muncul diakibatkan pemahaman akan situasi dunia yang aktual pada akhir abad 19 dan awal abad ke 20.[]

Refrensi :  http://gerakanaksara.blogspot.co.id/2014/06/globalisasi-jawaban-munculnya.html

0 komentar:

Posting Komentar

 

Arsip Blog

Traffic Info

PK PMII UNISLA Veteran
Flag Counter